Senin, 13 Maret 2017

Sahabat dan Cinta (cerpen)


Sahabat dan Cinta




Kicau burung dipagi hari membangunkanku dari tidur panjang ku. Kenalkan namaku adalah Adelia, dulu waktu dikota aku biasa dipanggil Adel. Karena aku pindah kedesa Nenekku, nama panggilanku adalah Lia.

Dulu waktu dikota aku terbiasa diam sendiri dan tak terbiasa untuk berteman, namun kini semua kepribadianku telah berubah.  Banyak teman-teman yang menemaniku dan yang paling dekat denganku adalah Alisyah, yang sering dipanggil Lilis. Dia merupakan anak kepala desa. Namun ia sangat baik terutama padaku, dia adalah sahabat sumber semangat dan inspirasiku. 

Hari-hariku bersama Lilis sangat menyenangkan. Kemanapun kita selalu bersama, disaat ada permasalahan diantara kita, pasti salah satu diantara kita ada yang mengalah dan kini bagiku telah kutemukan sosok seorang sahabat yang kucari selama ini. 



Tak selamanya belajar itu menyenangkan. Bagiku belajar itu sangat membosankan. Jadi, didalam kelas di saat semua teman-temanku sibuk menyimak pelajaran dari dosen. Aku malah tertidur pulas di kursiku. Hingga kudengar suara Lilis membangunkan ku dengan perlahan. 

"Lia, bangun dosen liatin kamu terus tuh, nanti kamu dimarahin,  bangun dong Lia."

Walaupun dalam setengah sadar aku berusaha untuk mengangkat kepalaku dan berusaha untuk tetap semangat. Agar sahabat yang selalu memberi semangat untukku tidak merasa kecewa. 



Sudah lama sekali aku bersahabat dengan Lilis tanpa ada masalah yang melekat, bahkan dapat memisahkan persahabatanku dengan Lilis.

"Lis, seandainya nanti kita harus berpisah, kamu jangan pernah lupakan aku ya?". Ucap ku kepada Lilis.

"Pasti, tapi aku mohon jangan pernah tinggalin atau bahkan lupakan aku". Jawab Lilis padaku. 

Dengan meneteskan air mata yang mengalir dipipiku, Lilis langsung memeluk ku. Seakan tidak ada yang dapat memisahkan persahabatan kita. 



Wow… di kampusku ada mahasiswa baru. Namun dia merupakan teman sekolahku di Jakarta. Jadi, aku tidak begitu heran dengan anak baru itu, malah bagiku dia bukan anak baru melainkan anak bau.

"Woy… kok bengong, mikirin Reyhan ya… ayo ngaku??" Ucap ku mengagetkan Lilis dari lamunannya.

"Nggak kok… gak mikirin siapa-siapa. Terus Reyhan itu siapa?."

"Reyhan itu mahasiswa baru dikelas."

"Loh… kok kamu tau namanya?."

"Dia…kan pindahan dari Jakarta. Terus waktu SMA dulu dia itu… teman sekelasku."

"Terus kalau begitu kenalin aku dong… Aku mohon."

"Hmm… Kayaknya ada yang kena virus cinta nih…" Ucap ku yang membuat wajah putih Lilis menjadi merah karena malu.



Akhir-akhir ini mengapa ada yang lain didalam pikiranku? Kenapa aku selalu memikirkan Reyhan?
Memang… semenjak Reyhan mengatakan isi hatinya kepadaku, aku seperti memiliki perasaan yang sama pada Reyhan untuk ku utarakan padanya. 

Hari-hariku sangat menyenangkan disaat ku terima Reyhan untuk menempati hatiku yang tengah kosong. Namun aku tidak memberitahu semua ini kepada Lilis, karena aku tahu Lilis sangat mencintai Reyhan.
Kalau semua ini dia tahu pasti dia akan sakit hati. Aku sangat tidak ingin membuat sahabatku itu kecewa, apalagi saat ini aku tahu kalau Lilis sedang memiliki penyakit kanker otak yang dapat menyebabkan kematian.
Apabila terlalu banyak beban pikiran. Jadi, aku dan Reyhan sepakat untuk menyembunyikannya diri Lilis.



Disaat aku ingin pergi kuliah bersama Lilis, kulihat didepan rumah ada bunga mawar merah yang sangat cantik sekali dan setelah kulihat ternyata dari Reyhan. Lilis pun berlari menahan tangis sakit hatinya. Aku sangat menyesal karena telah membuatnya kecewa. Namun aku tidak mengejarnya, karena aku tahu dia lagi ingin sendiri tanpa ada yang mengganggu, termasuk sahabat. 




Setelah dua hari aku tidak bertemu Lilis. Jadi, aku putuskan untuk bermain kerumahnya. Namun rumah Lilis sepi, saat kutanyakan kepada tukang kebun rumahnya. Ternyata Lilis ada dirumah sakit, karena penyakit dikepalanya kambuh lagi. 

Tanpa pikir panjang aku meminta izin kepada Nenek dan langsung menancapkan gas mobilku dengan laju yang cepat. Akhirnya aku sampai kerumah sakit tempat Lilis dirawat.
Aku langsung menuju kamar yang ditunjukkan suster kepadaku. Saat aku lihat kedalam ruangan, sahabatku terkulai lemah diatas ranjang rumah sakit. Mempertaruhkan antara hidup dan mati. Aku sangat merasa bersalah kepada Lilis saat itu. 

Hingga kuputuskan kepada Reyhan untuk mencintai Lilis demi hidupnya. 

"Rey… aku mohon cintailah Lilis… Aku mohon Rey."

"Aku gak bisa Del, aku hanya mencintaimu."

"Kalau kamu mencintaiku, aku mohon cintailah Lilis demi aku."

"Apa…?!" Reyhan melihatku dengan tatapan tak percaya. 

"Baiklah kalau itu dapat membuatmu bahagia. Hanya demi kamu." Jawab Reyhan sangat membuatku bahagia, namun ada rasa takut kehilangan dari dalam hatiku. 




"Lis, aku minta kamu cepat sembuh ya… Karena aku sangat mencintaimu."

"Apakah mas Rey sungguh mencintai ku?"

"Ya… Lis, aku mencintaimu."

"Kalau begitu nikahilah aku mas." Jawaban Lilis membuat Reyhan kaget, dan akupun merasakannya.

Namun disaat Reyhan memandang ku, aku pura-pura tersenyum sambil mengangguk kan kepalaku, yang mengisyaratkan agar Reyhan dapat menerima Lilis. 
Dalam anggukan beratnya Reyhan menerima Lilis. Lilis sangat bahagia dan memeluk Reyhan dengan erat. 
Dibalik pelukan Lilis Reyhan menitikkan air mata, bersamaan dengan mengalirnya air mata dipipiku. 





Pesta perkawinan pun dilaksanakan. Di bawah pelaminan aku menyaksikan orang yang ku sayangi menikah dengan sahabatku. Namun aku mencoba untuk tetap tegar menerima semua. 

Saat ku pandangi Reyhan, ia memberi isyarat seakan mengajakku keluar dari acara. 

"Aku tidak bisa meneruskan semua ini. Aku tidak mencintai Lilis, aku hanya mencintai kamu."

"Aku mohon, acara ini telah berlangsung jangan membuat Lilis sakit untuk kedua kalinya."

"Tapi, aku gak mau pisah denganmu. Aku mencintaimu, Adel."

"Aku juga mencintaimu Rey, tapi ini semua demi sahabatku."
Dalam tangis ini aku dan Reyhan saling berpelukan. Dan tanpa kami sadari ada sepasang mata yang melihat semua ini, dan tak lain dia adalah Lilis. 

Saat aku dan Reyhan kembali ke acara, kita melihat tamu-tamu mengerumuni sesuatu. Dan setelah aku lihat dia adalah sahabatku Lilis, yang sedang melawan penyakitnya. 

"Lia, aku mohon maafkan aku, karena telah menjadi perusak hubungan mu."

"Tidak Lis! Kamu adalah sahabatku yang paling baik." Ucap ku berurai air mata. 

"Lia… jaga…lah Reyhan de…engan baik. Da…n kamu Rey… to…olong jagalah sa…haba…atku Li…aa de…eng…an bai…ik."

Saat Lilis bertahan melawan penyakitnya, ia berusaha menyatukan tangan ku dengan tangan Reyhan. 
Dan dengan bersatunya tangan kami, Lilis menghembuskan nafas terakhirnya dan menyisakan senyum dibibirnya yang akan kami kenang untuk selama-lamanya. 




END